PENURUNAN KUALITAS AIR SUNGAI DI DAERAH PACITAN AKIBAT LIMBAH CAIR HASIL PERTAMBANGAN

Tulisan ini sengaja saya buat untuk mengikuti Lomba Esai UI Youth Environmental Action (UI YEA) 2016 yang diselenggarakan oleh BEM Universitas Indonesia dengan menggambil tema

” Sanitation, Water and Sattlement”

Pacitan adalah sebuah kota kecil di Jawa Timur yang mulanya tidak semua orang mengenalnya. Kota kecil ini mulai dikenal orang sejak pesona wisatanya yang menggoda para wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Sektor pariwisata, perikanan, industri, pertambangan, dan perkebunan menjadi kekuatan besar yang akan menopang proyek pembangunan Pacitan masa depan. Saat ini sektor-sektor tersebut menjadi sektor yang paling prospektif di antara sektor riil lainnya. Selain itu juga didukung dengan kekuatan SDM masyarakat Pacitan yang notabene adalah pekerja keras.

Dari sisi ekonomi, bisa juga menjadi faktor penentu keberhasilan pembangunan Pacitan. Menurut data tahun 2009, Pacitan memiliki pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dibanding pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur, di mana saat itu pertumbuan ekonominya mencapai 6,07%, sedangkan Jawa Timur lebih rendah yakni 6,01%. Sementara untuk pertumbuhan PDRB mencapai Rp 6,12 juta meliputi sektor pertanian 37,29%, pertambangan 3,77%, dan jasa 20,7% (bappeda.jatimprov 2011).

Dari sektor pertambangan, Pacitan memiliki daerah pertambangan yang mempunyai prospek yang cerah, karena di beberapa tempat di Pacitan, terdapat proyek pertambangan yang mempunyai nilai jual tinggi. Berdasarkan kondisi dasar, topografi, struktur dan jenis batuan yang 85 % merupakan bagian seluruh wilayah Kabupaten Pacitan, ternyata di dalamnya banyak mengandung bahan tambang yang melimpah. Adapun bahan tambang yang ada dengan klasifikasi golongan A, golongan B dan golongan C yang sampai saat ini pengelolaannya masih dirasakan belum optimal. Hal tersebut dikarenakan sarana dan prasarana pertambangan sehingga belum banyak memberikan kontribusi terhadap peningkatan pendapatan masyarakat dan peningkatan pendapatan daerah. Berdasarkan hasil pemetaan yang dilakukan oleh Dinas Pertambangan Propinsi Jawa Timur menunjukkan adanya sebaran, luas areal, bersarnya cadangan serta kualitas bahan galian yang ada di Kabupaten Pacitan sejumlah 33 jenis bahan tambang.

Proyek pertambangan tidak pernah lepas dari masalah kualitas lingkungan sekitar. Jika proyek tersebut tidak dikelola secara baik dan benar maka akan menurunkan kualitas lingkungan. Penurunan kualitas lingkungan merupakan salah satu topik yang sedang hangat diperbincangkan saat ini. Topik ini menjadi viral karena bersinggungan langsung dengan kehidupan manusia, yakni kelayakan dari suatu lingkungan dan bagaimana lingkungan tersebut dapat menyokong dan mendukung aktivitas manusia. Salah satu contoh penurunan kualitas lingkungan yang sering diperbincangkan terkait dengan keberadaan dan salinitas air.

Fresh water (air bersih) adalah sumber kehidupan yang sangat penting. Fresh water sangat vital untuk hidup mengingat semakin meningkatnya populasi dan kesejahteraan, semakin meningkat pula kebutuhan fresh water yang dibutuhkan. Banyak tempat di dunia ini yang mengalami deplesi, sungai mengering, tinggi muka ground water dan danau menurun, serta spesies yang hampir punah akibat air yang terkontaminasi. Indonesia merupakan negara dengan jumlah sungai yang cukup banyak yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Jumlah sungai di Indonesia sekitar 5590 buah. Jumlah ini bukanlah angka yang sedikit, namun pemanfaatan air sungai untuk kehidupan manusia belum maksimal sampai saat ini. Kita sadari bahwa keberadaan air sungai yang bersih banyak memberikan manfaat antara lain untuk mengairi sawah para petani, sarana transportasi, dan juga sebagai tempat berkembang biaknya hewan atau tumbuhan.

Keadaan air sungai yang terjadi di Desa Cokrokembang, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur sejak tahun 2007 hingga tahun 2016 menunjukkan keadaan yang sangat tidak wajar. Keadaan ini bermula sejak adanya proyek Pertambangan Timah milik PT Gemilang Limpah Internusa (GLI) yang berada di Desa Cokrokembang, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur. Wakil Ketua DPRD Kabupaten Pacitan, Handaya Aji, menerangkan Pertambangan Timah milik PT GLI ini memegang kuasa seluas 2.33 Ha di Desa Kluwih, Kecamatan Tulakan, Kabupaten Pacitan.

Berdasarkan sampel air yang diambil oleh Tim Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Pacitan menggunakan tester khusus diketahui derajat keasaman air sungai di Desa Cokrokembang telah mencapai angka 3,6. Padahal, skala normal kadar pH yang lazim adalah 6,5 sampai 8,5. Informasi tersebut secara terbuka disampaikan oleh Kepala KLH Kabupaten Pacitan, Bambang Supriyoko, Jumat (30/10/2009), saat menghadiri dialog antara perwakilan warga Desa Cokrokembang dengan manajemen PT GLI yang difasilitasi DPRD di Kantor Dewan Jalan Ahmad Yani, Kota Pacitan. Menurut Bambang, hasil pengetesan awal menggunakan alat pengukur kadar pH (derajat keasaman) diketahui bahwa air sungai tersebut telah tercemar limbah pertambangan cukup tinggi.

Berdasarkan fakta tersebut, tim evaluasi dari KLH Pacitan menerangkan bahwa kandungan logam berat yang terlarut dalam air sungai yang mengalir di Desa Cokrokembang cukup tinggi. Hal itu terukur pada nilai derajat keasaman yang telah melebihi ambang batas normal (pH 7). Indikator lain yang menjadi indikasi pencemaran adalah terjadinya perubahan warna air dan batuan di sekitar sungai menjadi kekuning-kuningan. Saat dialog terbuka tersebut KLH belum bisa memastikan apakah benar telah terjadi pencemaran atau tidak akibat kegiatan penambangan yang dilakukan PT GLI karena masih menunggu hasil resmi uji laboratorium atas sampel air, tanah, dan batuan yang sedang diteliti oleh badan laboratorium terakreditasi di Yogyakarta dan Surabaya.

Dialog yang digelar DPRD Kabupaten Pacitan khusus membahas dugaan pencemaran air sungai akibat kegiatan penambangan timah dan batu hitam oleh PT GLI tersebut merupakan akhir dari rangkaian protes warga Desa Cokrokembang selama beberapa minggu terakhir. Dalam dialog tersebut perwakilan warga Desa Cokrokembang yang dipimpin langsung oleh Kepala Desa Cokrokembang, Gunadi, menyampaikan bahwa pencemaran air sungai, tanah, dan sumber air bersih dalam tanah yang terjadi di Desa Cokrokembang akibat dari limbah pertambangan yang dilakukan PT GLI. Selain itu juga terjadi kerusakan fasilitas jalan desa akibat lalu-lalang truktruck besar yang mengangkut bahan tambang milik PT GLI.

Warga juga menuntut pada pemerintah melalui instansi terkait, agar sesegera mungkin mengevaluasi total kondisi air tanah yang berada di Desa Cokrokembang karena sejak kasus pencemaran tersebut ribuan ikan di sungai mati mendadak, tanaman padi petani banyak yang tidak tumbuh sempurna dan gagal panen, karena irigasi sawah petani berasal dari air sungai tersebut. Warga tidak berani lagi mandi di sungai bahkan ada beberapa warga yang tidak berani lagi menggunakan air sumur untuk minum atau memasak. Fakta lain menerangkan bahwa beberapa warga termasuk keluarga saya mulai mengeluhkan gatal-gatal pada kulit, setiap menggunakan air sungai atau pun air sumur yang diduga tercemar dan berwarna kekuning-kuningan tersebut.

Dalam Dialog tersebut, Manajer Umum PT GLI, Delvis K Irianto menyatakan komitmen perusahaannya untuk menyelesaikan masalah tersebut secara damai. Sejak menerima laporan mengenai dugaan pencemaran akibat aktivitas pertambangan yang dikelola perusahaannya, Delvis menyatakan, telah melakukan langkah penanganan awal dengan cara memasok kebutuhan air bersih kepada warga sekitar sebanyak empat rit (tangki) setiap harinya. Keterangan Delvis yang mengatakan air bersih yang di pasok PT GLI merupakan air PDAM disanggah oleh Sekretaris Desa, Hemy, yang menyebutkan bahwa pasokan air yang dikirim ke warga tidaklah memenuhi standar kebersihan dan kualitas air minum. Air yang dikirim ke Desa Cokrokembang itu adalah air sungai bukan air PDAM. Jumlahnya pun tidak sampai empat rit, tapi hanya dua rit.

Pihak PT GLI berupaya untuk menebus kerugian warga Cokrokembang salah satunya dengan cara berencana membuat sumur bor di Dusun Kwangen, Desa Cokrokembang sebagai upaya pemulihan sumber air yang terdampak limbah pertambangan. Sejumlah warga ‘ngotot’ agar rencana tersebut tidak direalisasikan. Mereka mengaku khawatir dengan dibangunnya sumur bor, sumur-sumur warga lainnya akan mampet dan akhirnya tidak dapat berfungsi. Sementara di lain pihak, para petani pemilik lahan persawahan, sangat membutuhkan sumber air untuk mengairi sawahnya, sebab mereka tidak mungkin menggunakan air sungai yang sudah tercemar logam berat untuk mengairi sawah.

Tulus Pujiono selaku Ketua Kelompok Tani Rukun Makmur I, Desa Cokrokembang menjelaskan bahwa semua hal sudah diupayakan, berembug dengan warga dengan difasilitasi kepala desa, camat, serta muspika akan tetapi tidak membuahkan hasil. Mereka tetap menolak pembangunan sumur tersebut. Warga yang kontra menjelaskan harusnya ada sosialisasi sebelum perusahaan yang berkantor pusat di Beijing itu meneruskan rencana pembuatan sumur bor. Selain itu, dinas teknis diharapkan juga turun lapang memberikan penyuluhan, terkait ada atau tidaknya dampak negatif pembuatan sumur bor. Menyikapi persoalan tersebut Bupati Pacitan, Indartato, memerintahkan camat dan jajarannya untuk melakukan koordinasi dengan warga, akan tetapi upaya tersebut tidak membuahkan hasil. Dua kali dilakukan pertemuan, namun tetap saja dead lock tidak ada kata mufakat. Lantaran tidak ada kesepahaman, PT. GLI langsung menarik semua material dan peralatan dari lokasi termasuk tenaga teknis yang didatangkan dari China juga akan dipulangkan.

Kasus terkait dugaan kebocoran pada sistem Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL), Delvis berjanji untuk segera membangun lagi dua IPAL. Sebelumnya, perwakilan dari Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Pacitan menyampaikan pada forum dialog tersebut bahwa secara formal kedinasan telah dua kali melayangkan surat teguran ke PT GLI untuk segera memperbaiki kualitas IPAL. Surat teguran juga pernah dilayangkan Dinas Pertambangan ke PT GLI terkait komitmen perusahaan pertambangan asing dalam melakukan rencana, dan tahapan reklamasi area pertambangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup.

Wakil Ketua DPRD Kabupaten Pacitan, Handaya Aji, Jumat (3/09/2010), menyatakan perusahaan tambang itu tetap bisa beroperasi tanpa Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL). Perusahaan tersebut juga menambang tanpa terlebih dahulu memberikan ganti rugi kepada warga. Semua hasil tambang PT GLI dikirimkan kepada PT D yang beroperasi di hulu Sungai Grindulu, Desa Pagutan, Kecamatan Arjosari, Pacitan. Perusahaan D tersebut mengolah material menjadi emas dan dalam proses pengolahannya juga mencemari Sungai Grindulu, sungai terbesar di Pacitan.

Hal terbesar yang harus dikritisi dari proyek pertambangan tersebut adalah terkait izin pembukaan lahan proyek pertambangan yang sebelumnya tanpa memikirkan AMDAL dan sistem IPAL. AMDAL ini seharusnya dirancang saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya. Maksud lingkungan hidup di sini adalah aspek abiotik, biotik dan kultural. Dasar hukum AMDAL di Indonesia adalah Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang “Izin Lingkungan Hidup” yang merupakan pengganti PP 27 Tahun 1999 tentang AMDAL. Pembangunan yang dilakukan selalu berdampak pada lingkungan, baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif. Dampak yang terjadi ini harus dianalisis sebaik mungkin untuk mendapat masukan dan pertimbangan guna menciptakan lingkungan yang sehat dan nyaman.

Menurut informasi yang disampaikan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Pacitan, bahwa proyek tersebut tetap bisa beroperasi tanpa Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL). Hal ini telah melanggar UU No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 Tentang AMDAL, dan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang “Izin Lingkungan Hidup”. Warga sekitar dan pemerintah setempat khususnya Desa Cokrokembang seharusnya kritis terhadap masalah ini dan dapat menuntut pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab atas pelanggaran AMDAL ini.

Pada dasarnya sanksi tidak dimilikinya AMDAL oleh pelaku usaha tidak diatur secara tegas di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Namun di dalam pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU No. 32/2009”) dinyatakan bahwa setiap usaha dan atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL wajib memiliki izin lingkungan. Selanjutnya ditentukan bahwa menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajib menolak setiap permohonan izin lingkungan apabila permohonan izin tidak dilengkapi dengan AMDAL (pasal 37 ayat (2) UU No. 32/2009). Lebih lanjut dengan tanpa adanya izin lingkungan maka terancam pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun dengan denda paling sedikit Rp1.000.000.000 dan paling banyak Rp3.000.000.000 (pasal 108 UU No. 32/2009).

Ternyata ada yang tidak “beres” dalam proses pelaksanaan di awal antara pemerintah terkait dengan perusahaan tersebut. Seharusnya sebelum proyek tersebut resmi dibuka baik dari pemerintah terkait sebagai pemangku kebijakan maupun perusahaan harus memperhatikan dengan benar terkait AMDAL dan IPAL. Jangan sampai justru masyarakat sekitar yang menjadi korban atas kesalahan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Saatnya hukum pun “berbicara” untuk mengupas tuntas kasus ini. Melalui kasus ini akhirnya saya menyadari bahwa hukum di daerah saya belum sepenuhnya berjalan sesuai harapan dan pemahaman terkait perundang-undangan juga masih belum sepenuhnya masuk ke sendi-sendi lapisan masyarakat. Perlu adanya pencerdasaran terkait hukum dan perundang-undangan bagi pemerintah maupun warga sekitar.

Usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi pencemaran lingkungan di kawasan penambangan harus digunakan metode atau teknologi yang telah terbukti dan teruji, mudah dibuat dan tersedia secara lokal seluruh bahan baku dan material pembuatannya. Metode yang dapat digunakan untuk pengolahan limbah cair hasil pertambangan yaitu dengan Advanced Oxidation Processes (AOP). Untuk mengatasi polutan yang terkandung dalam limbah cair bahan resin, banyak penelitian merekomendasikan instalasi air limbah (IPAL) dengan menggunakan instrumentasi metode Advanced Oxidation Processes (AOP). Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan standar baku mutu buang limbah cair dari bahan resin, maka diusulkan adanya perubahan cara pengolahan air limbah dengan metode AOP yaitu dengan mengkombinasikan ozon dan ultraviolet.

Pada umumnya polutan utama yang terkandung dalam limbah cair mengandung bahan peroxide yaitu senyawa-senyawa organik beracun yang dapat mencemari lingkungan air dan udara apabila dibuang langsung ke lingkungan dalam jumlah yang banyak. Untuk mengatasi polutan yang terkandung dalam limbah cair bahan peroxide, penggunaan cara oksidasi merupakan proses utama dalam proses pengolahan air limbah dengan teknologi ozon ini. Oksidasi sangat diperlukan dalam proses penguraian senyawa-senyawa kimia organik dan sebagian anorganik. Pengembangan instalasi instrumentasi pengolahan limbah cair bahan peroxide menggunakan metode AOP dengan kombinasi ozon dan ultraviolet dimaksudkan agar limbah cair yang diolah dapat dibuang dengan aman dan memenuhi baku mutu lingkungan sesuai dengan Keputusan Menteri KLH.

Konsep dasar sistem yang akan dibangun adalah sistem AOP dengan menggunakan ozon dan ultraviolet [4,5] sebagai komponen utama sistem dan dikombinasikan dengan karbon aktif sebagai filtrasi pada tahapan akhir. Fungsi dari kombinasi ozon dan ultraviolet adalah untuk menghasilkan hydroxyl radical (⋅OH) ditunjukkan pada persamaan (1) dan (2), di mana sebuah radikal bebas yang memiliki potensial oksidasi yang sangat tinggi (2.8 V), jauh melebihi ozon (1.7 V) dan chlorine (1.36 V) [3,6]. Sedangkan lampu ultraviolet pada panjang gelombang tertentu (λ = 254 m) akan efektif dalam proses membunuh bakteri. Hal ini menjadikan kombinasi ozon dan ultraviolet sangat potensial untuk mengoksidasi berbagai senyawa organik, minyak, dan bakteri yang terkandung di dalam air.

O3 (ozon) + UV (Ultraviolet)→ O2 (oksigen) + O(1D) …….. (1)

O(1D) + H2O (air)→ 2 ·OH (hydroxyl radical) ……. (2)

Sistem AOP bekerja memanfaatkan hydroxyl radical (·OH) yang dihasilkan dari reaksi antara kombinasi Ozon-UV-H2O2 dalam air. Karbon aktif bekerja dalam membantu proses absorpsi mikro polutan hasil oksidasi dari sistem AOP. Tahapan-tahapan proses pengolahan air limbah sebagai berikut: Air limbah dilewatkan ke unit AOP untuk direaksikan dengan O3-UV- H2O2. Proses oksidasi terjadi di unit AOP. Air limbah yang sudah teroksidasi dilewatkan unit karbon (CA), selanjutnya air limbah yang sudah melewati tahapan-tahapan tersebut kemudian di analisis kadar Chemical Oxygen Demand (COD)-nya.

Belum lama ini mendapatkan kabar bahwa proyek pertambangan timah milik PT GLI tersebut telah ditutup. Kabar baik ini tentunya membuat masyarakat sekitar merasa senang dan tidak khawatir lagi. Sejak banjir bandang melanda Desa Cokrokembang beberapa minggu lalu akibat curah hujan yang tinggi, air sungai yang dulunya berwarna kuning keemasan sekarang telah berubah warna menjadi bening seperti sedia kala.

Bogor, 29 Oktober 2016

Dwi Rahmawati

SUMBER

Bappeda.jatimprov. 2011. Pacitan Akan Bangun Pelabuhan Niaga [Internet]. [2011 Feb 21]. Pacitan (ID). [diunduh 2016 Oct 27]. Tersedia pada: http://bappeda.jatimprov.go.id/2011/02/21/pacitan-akan-bangun-pelabuhan-niaga

Gustom O A . 2014. Sanksi Tidak Memilik AMDAL Bagi Perusahaan [Internet]. [2014 Jul 30]. Pacitan (ID). [diunduh 2016 Oct 26]. Tersedia pada: http://www.gultomlawconsultants.com/sanksi-tidak-memilik-amdal-bagi-perusahaan

Hutagalung SS, Sugiarto AT, Luvita V. 2010. Aplikasi Metode Advanced Oxidation Processes (AOP) untuk Mengolah Limbah Resin Cair. Journal of Waste Management Technology. [diunduh 2016 Oct 29]. 13(2):24-31. Tersediapada:http://www.batan.go.id/ptlr/08id/files/u1/jurnal/13no02/Jurnal%20vol%2013%202%202010.pdf.

Jiwa. 2014. Pembangunan sumur bor dibatalkan [Internet]. [2014 Dec 21]. Pacitan (ID). [diunduh 2016 Oct 26]. Tersedia pada: http://sehatjiwaraga.my.id/web/?p=4342

Kota Pacitan. 2015. Sektor Pacitan. [Internet]. [2015 Feb 4]. Pacitan (ID). [diunduh 2016 Oct 26]. Tersedia pada: http://kotapacitanjatim.blogspot.co.id/2015/02/sektor-pacitan.html.

Surya Online. 2009. Sungai Tercemar Limbah Pertambangan, Warga di Pacitan Tuntut PT GLI. Di dalam: blogmukhlason, Reblog. Sungai Tercemar Limbah Pertambangan, Warga di Pacitan Tuntut PT GLI [Internet]. [2010 Dec 4] . Pacitan (ID). [diunduh 2016 Oct 26]. Tersedia pada: https://blogmukhlason.wordpress.com/2010/12/04/sungai-tercemar-limbah-pertambangan-warga-di-pacitan-tuntut-pt-gli

Surya Online. 2010. Mengadvokasi Pencemaran, Dikriminalisasi. Di dalam: blogmukhlason, Reblog. Mengadvokasi Pencemaran, Dikriminalisasi [Internet]. [2010 Sep 3] . Pacitan (ID). [diunduh 2016 Oct 26]. Tersedia pada: https://blogmukhlason.wordpress.com/category/pacitan

(Foto sebelum melakukan Project Presentation)

Tinggalkan komentar